Design | Science | Technology | Psychology | Music

Minggu, 26 Januari 2014

Ghytsa Alif   /   05.42   /   ,   /   No comments

Secara teoritis, dalam terminologi psikologi kesehatan, stres adalah kondisi di mana individu mempersepsikan adanya kesenjangan antara tuntutan fisiologis maupun psikologis dari lingkungan dengan sumber daya yang dimiliki individu untuk memenuhi kebutuhan tuntutan tersebut.
Tertekan menghadapi tiga buah ujian dalam hari satu yang sama karena merasa belum menguasai bahan;
mengeluh karena harus melakukan rangkaian gerak senam lantai sementara rasanya koordinasi gerak motorik diri tidak mendukung;
tidak percaya diri saat harus memimpin sebuah organisasi; dan
merasa tidak cukup menarik untuk mendapatkan hati gebetan
adalah beberapa contoh implikasi pemahaman stres tersebut. Mudahnya, kita dikatakan sedang stres saat ada stressor (challenging events; tuntutan lingkungan) yang kita nilai tidak cukup terpenuhi oleh kemampuan kita (resources; sumber daya).
Nah, saat stres, apa sih yang kemudian kita lakukan? Mencari pelipur lara, lari dari kenyataan, atau secara heroik menyelesaikan masalah yang menjadi penyebabnya? Pilihan apapun yang Anda ambil, (lagi-lagi) secara teoritis dikenal sebagai coping. Karena stres melibatkan adanya persepsi kesenjangan, maka coping dapat dirumuskan sebagai upaya untuk mengatasi persepsi kesenjangan tersebut. Sebagai sebuah upaya, coping tidak selalu mengarah pada penyelesaian masalah (stressor-nyah). Anda bisa saja "berserah pada Tuhan" dalam menghadapi ujian karena itu membantu Anda merasa lebih mampu menghadapinya. Walaupun itu tidak membuat Anda dalam sekejap menguasai bahan, bukankah ada pepatah "do your best and let God do the rest"?
Dalam coping, Anda dapat melakukannya problem-focused (P), yang menitikberatkan pada upaya pemecahan masalah, dan atauemotion-focused (E), yang menekankan pada regulasi emosi. Berikut adalah beberapa bentuk strategi coping yang dirangkum Folkman dan Lazarus sepanjang penelitian mereka :
1. Planful problem-solving (P), di mana Anda melakukan analisa terhadap situasi untuk mendapatkan solusi dan didukung oleh pengambilan langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah. Tahu bahwa Anda akan menghadapi tiga ujian sekaligus di hari Senin, Anda kemudian menimbang-nimbang waktu yang Anda punyai untuk belajar; tingkat kesulitan sekaligus banyaknya bahan tiap ujian untuk dapat menentukan bahan mana yang akan Anda pelajari lebih dulu; proporsi waktu belajar; dan cara belajar apa yang efektif.
2. Confrontive coping (P). Dalam melaksanakan strategi ini, Anda berani untuk melakukan respon yang asertif untuk merubah situasi. Anda melancarkan keberatan pada dosen atau pihak fakultas tentang dilaksanakannya tiga ujian sekaligus dalam satu hari, misalnya.
3. Seeking social-support (P/E). Strategi ini dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah maupun untuk regulasi emosi. Cemas menghadapi keharusan melakukan repertoire senam lantai yang sulit, Anda bisa meminta bantuan seorang teman untuk melatih Anda (P) atau berkeluh kesah pada sahabat (E).
4. Distancing (E) terjadi saat Anda, umumnya secara kognitif, "menjauhi" permasalahan yang Anda hadapi. Entah Anda berusaha tidak memikirkan repertoire senam lantai yang belum dikuasai atau Anda membangun pemahaman, "Ah, itu kan cuma untuk nilai olahraga ajah. Gurunya juga nilai usaha kita, yah, gak pusing lah."
5. Escape-Avoidance (E). Dalam pelaksanaannya, Anda "melarikan diri" dari masalah yang Anda hadapi. Anda dapat melakukannya dengan tenggelam dalam pikiran bahwa masalah tersebut dapat terselesaikan dengan sendirinya atau Anda menyerah latihan senam lantai karena sudah pasrah.
6. Self-control (E) adalah hal-hal yang mencakup pengendalian diri untuk memodulasi emosi. Anda mungkin murah hati memberikan toleransi pada kekurangan anggota organisasi yang Anda pimpin atau bahkan berusaha menutup-nutupi kecemasan Anda memimpin organisasi tersebut.
7. Accepting Responsibility (E). Ketika Anda menyadari posisi dalam permasalahan sekaligus berupaya memperbaiki keadaan. Saat organisasi yang Anda pimpin tidak berhasil mencapai target yang diharapkan (memenangkan suatu kompetisi, misalnya), Anda mungkin saja melihatnya sebagai akibat dari ketidakmampuan Anda melakukan pembagian kerja yang baik. Untuk itu, Anda menerima kekurangan tersebut dan melakukan perbaikan pembagian kerja.
8. Positive reappraisal (E) adalah saat Anda mencoba mendapatkan pemahaman positif dari sebuah masalah. Walaupun Anda patah hati karena merasa tidak cukup menarik sehingga si gebetan tidak memperhatikan Anda, hal tersebut Anda lihat sebagai pengalaman berharga yang mengajarkan sesuatu.
Secara umum, tidak dapat ditentukan strategi manakah yang paling baik untuk mengatasi stres. Bahkan, kita cenderung untuk mengkombinasikan strategi di atas. Sangat mungkin Anda meninggalkan masalah tersebut sejenak untuk menjernihkan pikiran sebelum berkutat menyelesaikannya. Ada begitu banyak varian masalah yang menyebabkan stres yang berbeda-beda dan, tentunya kita pun dapat memilih strategi yang tepat untuk mengatasinya.
Dengan memahami stres sekaligus strategi coping, saya harap hidup Anda menjadi lebih "mudah". Idealnya, kunci-kunci mengatasi stres telah diketahui. Nah, dapatkah Anda mencocokkan kunci-kunci tersebut?

0 comments :

Posting Komentar

Search