Design | Science | Technology | Psychology | Music

Rabu, 08 Januari 2014

Ghytsa Alif   /   20.12   /   , ,   /   No comments
20130825-163931.jpgMesin waktu, dari sudut pandang film-film fiksi sains, adalah sebuah kendaraan di mana pengendara (dan penumpangnya) mempunyai kemampuan untuk memanipulasi arus jalannya waktu sehingga dapat memutarbalikkan waktu menuju masa lalu atau mempercepat waktu menuju masa depan. Apakah kemampuan untuk memanipulasi arus jalannya waktu ini benar-benar bisa dilakukan? Mari kita bahas bersama. Tapi sebelumnya mari kita bedakan antara perjalanan ke masa lalu dan ke masa depan.
Apakah perjalanan menuju masa lampau itu mungkin? Apakah kita bisa memutarbalikkan waktu?
Jawaban singkatnya, tidak. Dalam bidang fisika termodinamika, kita mengenal apa yang disebut dengan entropi. Entropi, dalam skala keseharian, adalah nilai perubahan energi untuk mencapai keseimbangan temperatur dalam sebuah sistem tertutup. Contoh sederhana disebutkan dalam hukum kedua termodinamika itu sendiri: energi panas akan selalu mengisi ruangan yang bersuhu lebih rendah sehingga suhu akhir ruangan tersebut mencapai keseimbangan. Sedangkan di skala sub-atomik, entropi adalah dinamika pergerakan partikel untuk mencapai suatu keseimbangan (thermal equilibrium) yang berprinsip pada hukum kedua termodinamika. Jadi, memutarbalikkan waktu berarti juga memutarbalikkan momentum pergerakan seluruh partikel di alam semesta ini agar menempati posisi sebelumnya. Hal ini tentu bertentangan dengan hukum kedua termodinamika.

Meskipun perjalanan menuju masa lalu dibatasi oleh hukum kedua termodinamika, tentu ini tidak membatasi kemungkinan-kemungkinan lain yang ada. Dengan maraknya konsep multi-semesta, mungkin suatu saat kita bisa menciptakan sebuah celah untuk menyeberang ke semesta lain yang memiliki awal mula lebih lambat dari semesta kita.
Bagaimana dengan perjalanan ke masa depan? Apakah perjalanan ke masa depan itu mungkin?
Ya, perjalanan ke masa depan itu bisa dilakukan. Faktanya, kita sekarang ini sedang melakukan perjalanan ke masa depan dengan tingkat perubahan waktu yang konstan dan sama. Durasi satu menit yang baru saja saya lalui, sama dengan durasi satu menit yang baru saja anda lewati (atau kurang lebih sama).
Albert Einstein dengan jurnal ilmiahnya teori relativitas khusus, menyimpulkan bahwa waktu itu relatif dan bergantung kepada standar acuan masing-masing. Jika standar acuan kita sama, maka kita akan setuju dengan nilai durasi satuan waktu: “satu detikku sama dengan satu detikmu”. Konsep perjalanan ke masa depan adalah bagaimana kita bisa mengubah acuan tersebut sehingga durasi satuan waktu keduanya tidak sama: “panjang satu detikku, bagimu adalah satu jam (atau satu hari, atau satu tahun, bahkan satu abad)”. Efek perbedaan durasi waktu ini dikenal dengan sebutan dilasi waktu.
Apa yang harus dilakukan agar efek dilasi waktu terjadi?
Yang perlu dilakukan hanya satu, bergeraklah secepat mungkin. Semakin cepat sebuah obyek bergerak, semakin kentara efek dilasi waktunya. Agar lebih rasional, mari kita lakukan eksperimen dengan menggunakan alat sederhana yaitu jam cahaya. Jam cahaya adalah alat penunjuk waktu yang menghitung pergerakan pantulan cahaya sebagai indikasi durasi waktu. Satuan durasi waktu bisa ditetapkan dengan menghitung berapa kali partikel cahaya (foton) memantul di dalam jam tersebut (contoh: indikasi 1 detik adalah 100 kali pantulan, atau 300 juta kali pantulan, tergantung dari ketinggian (h) jam tersebut).
20130812-223420.jpg
“Inersia adalah posisi dimana sebuah obyek tidak menerima gaya eksternal yang dapat menghasilkan percepatan atau perlambatan. Obyek dalam posisi inersia bisa berupa obyek diam atau obyek yang bergerak dengan kecepatan konstan (tidak menambah atau mengurangi kecepatan).”
Mari panggil teman-teman kita untuk memperagakan fenomena ini. Sebut Ani (obyek diam) dan Bambang (obyek bergerak). Baik Ani maupun Bambang, masing-masing membawa jam cahaya yang sama. Ani berdiri di dalam sebuah peron stasiun kereta api dan Bambang berada di dalam kereta api yang sedang bergerak ke arah timur (kanan) dengan kecepatan konstan. Keduanya dalam posisi inersia (Ani – inersia diam dan Bambang – inersia bergerak dengan kecepatan konstan).
Pada saat kita mengamati jam cahaya milik Ani, kita akan melihat jam cahaya berfungsi seperti biasa, partikel cahaya akan memantul vertikal keatas dan kebawah sesuai dengan tinggi jam cahaya (lihat gambar diatas). Sedangkan saat kita mengamati jam milik Bambang yang juga sedang bergerak ke timur dengan kecepatan konstan, pantulan partikel cahaya tidak bergerak vertikal keatas melainkan membentuk sudut diagonal. Dengan fakta ini, kita sudah bisa menyimpulkan bahwa durasi satuan waktu Bambang tidak sama dengan Ani, karena partikel cahaya pada jam Bambang harus bergerak lebih jauh daripada jam milik Ani.
20130812-232329.jpg
Semakin cepat Bambang bergerak, semakin kecil sudut BAC (lihat gambar diatas), semakin jauh pula jarak yang harus ditempuh partikel cahaya untuk menyelesaikan satu kali pantulan. Nah, selanjutnya mari kita bahas secara lebih detil matematika di balik perhitungan dilasi waktu.
Seberapa cepatkah kita harus bergerak sehingga efek “pergi ke masa depan” menjadi signifikan?
Disclaimer: Bagian ini berisikan langkah-langkah matematis untuk menjelaskan rumus transformasi Lorentz. Anda diharapkan untuk mengerti sedikit matematika aljabar untuk menurunkan rumus-rumus di bawah.
Mari kita mulai dengan mengamati diagram jam cahaya di atas. Daftar variabel yang akan kita gunakan adalah (pergunakan diagram 2 untuk penjelasan geometri ABC):
c — kecepatan pergerakan partikel cahaya
v
— kecepatan pergerakan jam cahaya
h
— tinggi jam cahaya (sama dengan jarak B ke C)
d
— jarak yang ditempuh cahaya untuk acuan bergerak (sama dengan jarak A ke B)
x
— jarak yang ditempuh jam cahaya (sama dengan jarak A ke C)
tA — satu satuan waktu untuk acuan jam diam
tB
— satu satuan waktu untuk acuan jam bergerak
Perlu diingat rumus dasar kecepatan.
kecepatan = \frac{jarak}{waktu}
waktu = \frac{jarak}{kecepatan}

jarak = kecepatan \cdot waktu

Standar satu satuan waktu pada jam cahaya dihitung mulai saat partikel cahaya berjalan meninggalkan dasar sensor, mengenai sensor bagian atas, dan memantul kembali ke sensor bagian bawah.
Karena kita mengetahui kecepatan partikel cahaya (c) dan tinggi jam cahaya (h), kita bisa menuliskan rumus satu satuan waktu untuk jam diam (tA).
t_A = \frac{h}{c} + \frac{h}{c} = \frac{2h}{c}
h = \frac{ct_A}{2}

Jarak A ke C atau x bisa diartikan sebagai setengah dari jarak total pergerakan cahaya dalam satuan waktu tB.
x = \frac{vt_B}{2}
Untuk mengetahui nilai satu satuan waktu pada jam bergerak (tB), kita perlu tahu jarak yang ditempuh cahaya (d) dengan menggunakan rumus pitagoras.
d^2 = h^2 + x^2
d = \sqrt{ \left(\frac{ct_A}{2}\right)^2 + \left(\frac{vt_B}{2}\right)^2 }

Dengan nilai d diketahui, kita bisa menurunkan rumus satu satuan waktu untuk jam bergerak (tB).
t_B = \frac{d}{c} + \frac{d}{c} = \frac{2d}{c}
t_B = \frac{2 \sqrt{ \left(\frac{ct_A}{2}\right)^2 + \left(\frac{vt_B}{2}\right)^2 } }{c}

Kuadratkan kedua sisi.
t_{B}^2 = \frac{2^2 \cdot \left[ \left(\frac{ct_A}{2}\right)^2 + \left(\frac{vt_B}{2}\right)^2 \right] }{c^2}
t_{B}^2 = \frac{4 \cdot \left(\frac{c^2 t_{A}^2 + v^2 t_{B}^2}{4}\right) }{c^2}

t_{B}^2 = \frac{c^2 \cdot \left(t_{A}^2 + \frac{v^2}{c^2} t_{B}^2\right) }{c^2}

t_{B}^2 = t_{A}^2 + \frac{v^2}{c^2} t_{B}^2

Mari kita susun ulang persamaan diatas sehingga menghasilkan tB di satu sisi dan tA di sisi lainnya.
t_{B}^2 - \frac{v^2}{c^2} t_{B}^2 = t_{A}^2
t_{B}^2 \left(1 - \frac{v^2}{c^2}\right) = t_{A}^2

t_{B}^2 = \frac{t_{A}^2}{1 - \frac{v^2}{c^2}}

t_{B} = \frac{1}{ \sqrt{ 1 - \frac{v^2}{c^2} } } t_{A}

Kita mendapatkan rumus utama kita, yaitu rumus yang dikenal dengan nama transformasi Lorentz. Dari rumus diatas, nilai yang berada di antara tA dan tB disebut dengan faktor Lorentz yang biasanya disebut juga dengan faktor gamma.
\gamma = \frac{1}{ \sqrt{ 1 - \frac{v^2}{c^2} } }
Faktor Lorentz adalah rumus yang sangat krusial di bidang fisika modern (disebut juga dengan fisika relativitas). Rumus relativitas ini menggeser paradigma manusia tentang ilmu fisika tradisional yang dipionirkan oleh Newton.
Bagaimana menerapkan rumus diatas?
“Roket tercepat yang pernah dibuat oleh manusia berkecepatan hingga 7000 kilometer/jam, atau hanya 2 kilometer/detik saja. Nilai faktor Lorentz dengan kecepatan tersebut adalah 1,000000000022253.”
Anggap saja kereta yang dikendarai Bambang bergerak dengan kecepatan super cepat, 3000 kilometer/detik. Dengan nilai kecepatan cahaya c = 300000 kilometer/detik, maka nilai faktor Lorentznya adalah 1,00005. Apa artinya?
t_{B} = 1,00005 t_{A}
Artinya Ani akan melihat bahwa jam cahaya Bambang akan bergerak 1,00005 kali lebih lambat. Nilai faktor tersebut berasa tidak signifikan. Untuk itu mari kita percepat pergerakan Bambang dan memasukkan nilai masing-masing kecepatan di dalam tabel berikut:
Kecepatan Faktor Lorentz Ani Bambang
30000 km/det (10% kecepatan cahaya) 1,005 1,005 detik 1 detik
150000 km/det (50% kecepatan cahaya) 1,15 1,15 detik 1 detik
240000 km/det (80% kecepatan cahaya) 1,67 1,67 detik 1 detik
99.00% kecepatan cahaya 7,1 7,1 detik 1 detik
99.99% kecepatan cahaya 70,1 70,1 detik 1 detik
99.9999% kecepatan cahaya 707,1 12 menit 1 detik
99.99999999% kecepatan cahaya 70710 19.6 jam 1 detik
Dari tabel di atas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa semakin cepat Bambang bergerak, semakin lambat jam Bambang dilihat dari acuan Ani. Pada 99.99% kecepatan cahaya, jam Ani sudah berdetak 70 kali, sedangkan jam Bambang hanyak berdetak 1 kali. Jika Bambang bergerak dengan kecepatan ini secara konstan selama 1 tahun (waktu acuan Bambang), waktu pada acuan Ani sudah berjalan 70 tahun. Dari sini kita bisa menggunakan konsep dilasi waktu sebagai sarana untuk melakukan perjalanan ke masa depan.
Apakah efek dilasi waktu ini benar-benar nyata?
Ya. Eksperimen sudah membuktikan bahwa efek dilasi waktu benar-benar terjadi terhadap sebuah benda yang bergerak dengan kecepatan tinggi. Contohnya adalah satelit GPS. Satelit-satelit GPS yang berada di angkasa bergerak dengan kecepatan tinggi, karena itu terjadi dilasi waktu menyebabkan jam pada satelit tersebut berjalan lebih lambat. Jika tidak ada koreksi yang mengikut-sertakan faktor dilasi waktu, sistem GPS tidak akan berjalan secara akurat. Maka dari itu, para insinyur satelit sudah menciptakan sistem untuk melakukan sinkronisasi waktu antara alat GPS di darat dan satelit di angkasa.
Apa kendala untuk melakukan perjalanan ke masa depan?
Tentu saja meskipun konsep dilasi waktu tampak sederhana, kita masih mempunyai kendala untuk memproduksi kendaraan super cepat, yaitu energi. Perlu energi yang sangat besar untuk mendorong roket dan menghasilkan percepatan untuk meraih kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Bahkan jika kita menerapkan konversi energi dengan rumus terkenal Einsten sekalipun
E = mc^2
akan membutuhkan jutaan ton kilogram massa yang bisa dikonversi menjadi energi murni untuk mempercepat sebuah kendaraan mendekati kecepatan cahaya.

sumber : http://andabertanyaateismenjawab.wordpress.com

0 comments :

Posting Komentar

Search